Minggu, 10 April 2016

MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN (PEMASARAN HASIL PRODUK PERTANIAN)

MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN (PEMASARAN HASIL PRODUK PERTANIAN)



MAKALAH

MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN


PEMASARAN HASIL PRODUK PERTANIAN
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Petani Indonesia mayoritas termasuk dalam kategori peasantPeasant diartikan oleh Eric R. Wolf sebagai petani pedesaan, sebagai orang desa yang bercocok tanam di pedesaan tidak didalam ruangan-ruangan tertutup (greenhouse) ditengah-tengah kota atau kotak-kotak aspidistra di atas ambang jendela, mereka bukanlah farmer, atau pengusaha pertanian (agricultural entrepeneur) seperti kita kenal di Amerika Serikat. Sehingga hasil yang dicapai dalam produksi pertanian belum cukup untuk memenuhi kebutuhan negara. Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mengimpor produk hasil pertanian seperti beras, cabai, sayur, dan lain sebagainya. Ironis memang indonesia merupakan negara agraris yang hanya ada dua musim sehingga pertanian sangat cocok di negara ini. Dikarenakan sumber daya manusia yang kurang berkualitas dan kurangnya pengetahuan petani indonesia sehingga produk yang dihasilkan masih kurang.
Menjalani kegiatan pertanian bukan hanya sebatas memproduksi atau melakukan kegiatan pertanian, baik budidaya tanaman maupun beternak sehingga memperoleh hasil pertanian yang berlimpah. Tetapi dibalik itu, bagaimana pasaran untuk hasil usaha tani agar pertanian tersebut dapat menguntungkan dari segi ekonomi. Produktivitas pertanian yang tinggi akan menjadi sia-sia jika tidak sepenuhnya dapat diserap oleh pasar. Oleh karena itu, pemasaran untuk hasil usaha tani menjadi kata kunci dalam kegiatan pertanian.
Untuk hasil-hasil itu perlu ada pasaran serta harga yang cukup tinggi guna membayar kembali biaya-biaya tunai dan daya upaya yang telah dikeluarkan petani sewaktu memproduksikannya. Kebanyakan petani harus menjual hasil-hasil usaha taninya sendiri atau di pasar setempat. Karena itu, perangsang bagi mereka untuk memproduksi barang-barang jualan, bukan sekedar untuk dimakan keluarganya sendiri, lebih banyak tergantung pada harga setempat. Harga ini untuk sebagian tergantung pada efisiensi sistem tataniaga yang menghubungkan pasar setempat dengan pasar di kota-kota.
Menurut Kuznets (1964), sektor pertanian di negara sedang berkembang (Low Developing Countries/LDCs) memiliki empat kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu kontribusi produk, pasar, faktor-faktor produksi dan devisa.
Dewasa ini, pertanian di Indonesia sedang mengalami keterpurukan khususnya dalam luasan lahan yang dimiliki oleh petani, modal, dan lapangan pekerjaan di luar. Tidak adanya kebijakan dari pemerintah untuk penentuan kepemilikan lahan minimal pada para petani,  membuat petani membagi lahannya tanpa pikir panjang. Akhirnya, rata-rata petani di Indonesia hanya memiliki lahan yang sempit, dan tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Kondisi petani yang seperti itu sering disebut dengan petani subsisten. Dimana petani subsisten tidak pernah memikirkan kehidupan mereka dalam jangka panjang, mereka hanya memikirkan bagaimana mereka besok mendapat makanan, dan bagaimana mereka dapat hidup esok.
Petani subsisten ini banyak terdapat pada petani pedesaan, dimana berpendapat bahwa arti “hidup berkecukupan” adalah bisa untuk membeli makan setiap hari, dan bisa untuk menyekolahkan anaknya. Oleh karena itu, petani di Indonesia, selalu dipandang kelas bawah karena lahannya yang kecil, serta kehidupannya yang dibawah rata-rata dalam mencapai kesejahteraan hidup. Untuk lebih jelasnya kami akan membahas pada bab selanjutnya.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi masalah dalam makalah ini yaitu:
1.      Apa yang menyebabkan produk pertanian kurang optimal?
2.      Bagaimana cara memasarkan produk pertanian?
3.      Bagaimana distribusi pendapatan pelaku usaha di sektor pertanian?
4.      Bagaimana subsinten pertanian dan pemilik modal?

1.3  Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui bagaimana cara memasarkan produk hasil pertanian
2.      Untuk mengetahui distribusi pendapatan pelaku usaha sektor pertanian
3.      Untuk mengetahui subsisten pertanian dan pemilik modal

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pasar Produk Pertanian
2.1.1 Konsep Pemasaran
          Pemasaran secara umum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan atau memproduksi suatu barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Sedangkan pengertian pemasaran menurut para ahli adalah :
·         Philip dan Duncan: Pemasaran meliputi semua langkah yang dipergunakan untuk menempatkan barang-barang nyata ketangan konsumen.
·         W.J. Stanton: Pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan, dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang actual maupun yang potensial.
·         P.H. Nyistrom: Pemasaran meliputi segala kegiatan mengenai penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ketangan konsumen.
·         American Marketing Association:  Pemasaran pelaksanaan kegiatan usaha niaga yang diarahkan pada arus aliran barang dan jasa dari produsen kekonsumen.
Pemasaran Hasil Pertanian atau Tata niaga Pertanian merupakan serangkaian kegiatan ekonomi berturut-turut yang terjadi selama perjalanan komoditas hasil-hasil pertanian mulai dari produsen primer sampai ke tangan konsumen (FAO pada tahun 1958).
Pemasaran hasil pertanian berarti kegiatan bisnis dimana menjual produk berupa komoditas pertanian sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, dengan harapan konsumen akan puas dengan mengkonsumsi komoditas tersebut. Pemasaran hasil pertanian dapat mencakup perpindahan barang atau produk pertanian dari produsen kepada konsumen akhir, baik input ataupun produk pertanian itu sendiri.
Konsep pemasaran berorientasikan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dengan efektif. Empat hal berikut merupakan prinsip utama yang menjadi tonggak  konsep pemasaran:
1.      Pasar sasaran: memiilih pasar sasaran yang tepat dan membentuk aktivitas pemasaran dengan sempurna.
2.      Keperluan pengguna: memahami kehendak sebenar pengguna dan memenuhinya dengan lebih efektif. 
3.      Pemasaran berintegrasi: kesemua fungsi / sub-unit industri bekerjasama memenuhi tanggungjawab pemasaran. 
4.      Keuntungan: mencapai keuntungan melalui kepuasan pelanggan.  
Adapun lima konsep pemasaran yang mendasari cara produsen melakukan kegiatan pemasarannya adalah:
Ø  Pertama : Konsep produksi
Artinya konsep bagaimana supaya konsumen akan menyukai produk yang tersedia dimana-mana dan harganya murah. Konsep ini berorientasi pada produksi dengan mengerahkan segenap upaya untuk mencapai efesiensi produk tinggi dan distribusi yang luas. Disini tugas manajemen adalah memproduksi barang sebanyak mungkin, karena konsumen dianggap akan menerima produk yang tersedia secara luas dengan daya beli mereka.
Ø  Kedua : Konsep produk
Konsep dimana konsumen akan menyukai produk yang menawarkan mutu, performansi dan ciri-ciri yang terbaik. Tugas manajemen disini adalah membuat produk berkualitas, karena konsumen dianggap menyukai produk berkualitas tinggi dalam penampilan dengan ciri – ciri terbaik
Ø  Ketiga : Konsep penjualan
Konsep yang menjadikan konsumen, dengan dibiarkan begitu saja, organisasi harus melaksanakan upaya penjualan dan promosi yang agresif. diusahakan agar konsumen tertarik dengan produk yang di tawarkan.
Ø  Keempat : Konsep pemasaran
Konsep ini dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.
Ø  Kelima : Konsep pemasaran sosial
Merupakan bentuk dari tugas suatu organisasi yang menentukan kebutuhan, keinginan dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan dengan cara yang lebih efektif dan efisien dari pada para pesaing dengan tetap melestarikan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.

       Sistem Pemasaran Produk Pertanian
Sebagai suatu sistem, pemasaran produk pertanian mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.      Sistem pemasaran pertanian mempunyai tujuan spesifik yan ingin dicapai, ada kriteria normatif dari masyarakat.
2.      Untuk mencapai tujuan mempunyai komponen yang melaksanakan bebagai fungsi : transportasi, prosesing, grading, standarisasi dan informasi pasar.
3.      Sistem pemasaran mempunyai dimensi ruang dan waktu.
4.      Sistem pemasaran membutuhkan pengaturan atas keberadaan fungsi pemasaran

Ada 5 (lima) jenis pasar untuk hasil pertanian, yaitu :
·         Pasar penampung sementara.
Jenis pasar ini lebih dikenal dengan pedagang pengumpul. Dimana pedangang tersebut mengumpulkan hasil usaha tani dari berbagai produsen hasil usaha tani yang relatif kecil, jenis pasar ini lebih disukai kebanyakan produsen hasil usaha tani karena tidak memerlukan biaya tambahan untuk menjual hasil usaha taninya, namun biasanya harga yang ditetapkan oleh pedagang relatif rendah
·         Pasar lokal
Pasar lokal merupakan pasar yang bertempat disekitar wilayah produsen hasil usaha tani. Tujuan pasar ini, guna mempermudah akses penjualan hasil usaha tani dari produsen ke konsumen.
·         Pasar pusat distribusi atau Pasar Induk
Jenis pasar ini  sudah mementingkan aspek kualitas dibanding dengan kedua jenis pasar diatas, harga relatif lebih tinggi, fungsi pembinaan petani juga sudah dilakukan serta fungsi sortasi dan pengepakan sudah lebih baik. Jenis pasar ini juga telah dikelola dengan baik dan professional baik dari pihak swasta maupun pemerintah.
·         Pasar Eceran
       Jenis pasar ini umumnya dikelola oleh pihak swasta, dimana kualitas sangat dipentingkan daidalamnya. Dari segi harga juga relatif tinggi. Contoh jenis pasar ini, yaitu Supermarket, swalayan, pasar segar, dll.
·         Pasar dunia / pasar ekspor
Jenis pasar ini sangat ketat didalam penilaian kualitas dan mutu produk. Namun hanya sebagian kecil yang mampu menembus pangsa pasar yang satu ini, alasanya karena kualitas produksi hasil usaha tani kita masih jauh dibawah standar internasional.

       Kendala Pemasaran Hasil Produk Pertanian
Ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pemasaran produk  pertanian, yaitu :
Ø  Karakteristik dari Produk Pertanian, yaitu :
·         Mudah rusak (perishability)
·         Musiman
·         Butuh ruang yang banyak (bulkiness)
·         Tidak seragam (non homogenity)
Ø  Jumlah produsen terlalu banyak (tapi lahan sempit)
Ø  Karakteristik konsumen beragam
Ø  Perbedaan tempat variasi harga pada tempat yang berbeda
Ø  Efisiensi pemasaran
Ø  Permasalahan yang menghambat terwujudnya sistem pemasaran hasil pertaian yang lebih efisien di Indonesia, yaitu :
·         Lemahnya infrastruktur
·         Lemahnya informasi pasar
·         Skala pasar pertanian yang relatif kecil
·         Kurangnya pengetahuan, misal : grading dan handling
·         Tidak adanya kebijakan pemasaran yang baik.
·         Tingginya biaya transaksi


2.2 Distribusi Pendapatan Pelaku Usaha Sektor Pertanian
       Distribusi pendapatan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karenacakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada dibawah garis kemiskinan.Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatandipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.Masalah utama dalam distribusi pendapatan sebuah daerah adalah ketidakmerataan pendapatan antar kelompok masyarakat dalam daerah tersebut, oleh karenanya sering juga disebut tingkat ketidakmerataan atau kesenjangan (inequality).

Ketidakmerataan distribusi pendapatan tersebut diakibatkan banyak hal terutama:
1.      Perbedaan dalam hal kepemilikan faktor-faktor produksi terutama stok modal (capital stock) antar kelompok masyarakat. Teori Neo-Klasik menjelaskan bahwaketidakmerataan distribusi pendapatan yang diakibatkan oleh kepemilikan faktor capital stock ini secara otomatis dapat diperbaiki oleh upaya pelimpahan dari pendapatan pemilik modal yang berlebih kepada pihak yang kekurangan. Bilamekanisme otomatis tidak dapat berjalan maka teori Keynesian mengandalkan peranan pemerintah dalam melakukan subsidi pada pihak yang kekurangan dan tentunya mutlak diperlukan pula kebijakan pemerintah dalam upaya redistribusi pendapatan
2.      Ketidaksempurnaan Mekanisme Pasar (Market Failure) yang menyebabkan tidak terjadinya mekanisme persaingan sempurna. Tidak berjalannya mekanisme persaingan ini karena: (i) perbedaan kepemilikan faktor produksi (sebagaimana telah dijelaskan); (ii) timpangnya akses informasi; (iii) intervensi pemerintah;serta (iv) keterkaitan antara pelaku ekonomi dengan pihak pemerintah yang kemudian mendistorsi pasar (biasanya kebijakan pemerintah dalam satu kebijakan tentang perlindungan industri tertentu misalnya).
       Sejauh petani memproduksi untuk dijual, maka perangsang baginya untuk menaikkan produksi tergantung kepada perbandingan harga yang akan diterimanya untuk hasil-hasil usaha taninya dan biaya untuk memproduksikannya. Ia harus benar-benar memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan. Ia harus menjual hasil panennya di pasar dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya produksi usaha taninya, sehingga pendapatan bersih usaha tani dapat meningkatkan taraf hidup keluarganya.
Nilai tukar pertanian adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima oleh petani dibagi dengan indeks yang dibayar oleh petani dikalikan dengan 100 (Indikator Pertanian, 1998;xxii). Dugaan bahwa besarnya surplus pendapatan dari sektor pertanian mempunyai pengaruh terhadap distribusi pendapatan tidak selalu benar. Hal ini berarti keberhasilan dalam produksi pertanian ternyata tidak selalu diikuti dengan peningkatan pendapatan atau kesejahteraan petani. Indikator lain yang menunjukkan hal yang sama adalah perbandingan kenaikan upah buruh dalam pertanian tanaman pangan.Karena pada desa-desa dengan kesempatan kerja di luar sektor pertanian sangat terbatas, distribusi pemilikan tanah berpengaruh terhadap pendapatan dari luar sektor pertanian terbuka, distribusi pemilikan tanah tidak berpengaruh terhadap pendapatan dari luar sektor pertanian. Pengaruh harga hasil usaha tani dan harga input terhadap kuatnya daya dorong petani untuk menaikkan produksi (A.T Mosher, 1965;131-132) dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Petani hanya akan menaikkan komoditi tertentu yang akan dijualnya, apabila harga komoditi itu cukup menarik baginya.
2.      Petani akan memberikan respons terhadap perubahan harga relatif dari tanaman-tanaman yang sedang diusahakan dengan jalan menaikkan produksi tanaman yang harganya di pasar lebih tinggi, kecuali hal tersebut akan membahayakan persediaan makanan keluarganya sendiri.
3.      Petani akan memberikan respons terhadap kenaikan harga hasil tanaman tertentu dengan menggunakan teknologi yang lebih maju untuk menaikkan produksi tanaman tersebut, jika:
·         barang-barang input yang disediakan tersedia secara lokal,
·         mengetahui bagaimana menggunakan input secara selektif,
·         jika harga input tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan harga yang diharapkan dari hasilnya.
Meningkatkan efisiensi tata niaga untuk menurunkan biaya berbagai mata rantai tataniaga seperti pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan hasil-hasil usata tani, dapat menaikkan harga setempat yang sampai ke tangan petani atau menurunkan harga bagi konsumen terakhir atau kedua-duanya.
Distribusi pendapatan petani adalah biaya hidup petani yang diperoleh dari berbagai sumber (Fadholi Hernanto, 1989;222) antara lain :
1.      Dari sumber usaha tani itu sendiri.
2.      Dari sumber usaha tani lain di bidang pertanian seperti halnya upah tenagakerja pada usaha tani lain.
3.      Pendapatan dari luar usaha tani dimana alokasinya digunakan untuk :
Ø  Kegiatan produktif antara lain untuk membiayai kegiatan usaha taninya.
Ø  Kegiatan konsumtif antara lain untuk pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan pajak-pajak.
Ø  Pemeliharaan investasi.
Ø  Investasi dan tabungan.
2.3 Pertanian Subsisten dan Pemilik Modal
       Pertanian subsisten pertama kali berkembang ketika Revolusi Neolitik ketika manusia pertama berdiam di lembah sungai Nil, Eufrat, dan Indus, dengan tanaman budidaya utama gandum dan barley. Pertanian subsisten juga berkembang secara terpisah dan independen di Meksiko dengan tanaman budidaya utama jagung, Pegunungan Andes dengan budidaya utama kentang, dan di Asia Tenggara dan Papua Nugini dengan tanaman budidaya utama hortikultura. Pertanian subsisten merupakan cara utama dalam memproduksi bahan pangan dunia hingga pasar berbasis kapitalisme mulai menyebar.Pertanian subsisten saat ini terus berlanjut dengan kawasan pedesaan di Afrika sebagai lokasi utama, juga kawasan di Asia dan Amerika Latin. Pertanian subsisten telah hilang di Eropa sejak permulaan Perang Dunia I, dan di Amerika Utara akibat gerakan bagi hasil pertanian (sharecropping) yang memunculkan kaum buruh tani pada tahun 1930an dan 1940an. Hingga tahun 1950an, masih umum terlihat keluarga petani yang bertani demi memenuhi kebutuhan keluarga sendiri dan menjual sebagian untuk membeli komoditas seperti gula, kopi, dan teh; bahan bakar minyak, produk tekstil (jarum, kancing, dan benang); obat-obatan, produk perangkat keras seperti paku, kawat, dan mur; dan barang rekreasi seperti permen dan buku. Banyak juga yang ingin membayar jasa dokter, dokter hewan, pandai besi, dan lainnya, seringkali secara barter. Di Eropa tengah dan timur, pertanian subsisten kembali muncul dalam masa ekonomi transisi pada tahun 1990an ketika terjadi pergolakan politik dan ekonomi besar-besaran di sana (bersatunya Jerman, pecahnya Yugoslavia, dan pecahnya Uni Soviet).
       Pertanian subsisten adalah pertanian swasembada (self-sufficiency) di mana petani fokus pada usaha membudidayakan bahan pangan dalam jumlah yang cukup untuk mereka sendiri dan keluarga. Ciri khas pertanian subsisten adalah memiliki berbagai variasi tanaman dan hewan ternak untuk dimakan, terkadang juga serat untuk pakaian dan bahan bangunan. Keputusan mengenai tanaman apa yang akan ditanam biasanya bergantung pada apa yang ingin keluarga tersebut makan pada tahun yang akan datang, juga mempertimbangkan harga pasar jika dirasakan terlalu mahal dan mereka memilih menanamnya sendiri. Meski dikatakan mengutamakan swasembada diri sendiri dan keluarga, sebagian besar petani subsisten juga sedikit memperdagangkan hasil pertanian mereka (secara barter maupun uang) demi barang-barang yang tidak terlalu berpengaruh bagi kelangsungan hidup mereka dan yang tidak bisa dihasilkan di lahan, seperti garam, sepeda, dan sebagainya. Kebanyakan petani subsisten saat ini hidup di negara berkembang. Banyak petani subsisten menanam tanaman pertanian alternatif dan memiliki kemampuan bertani yang tidak ditemukan di metode pertanian maju.
             
Modal dalam Produksi Pertanian
       Dalam sistem agribisnis terdiri dari tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomis yaitu sektor masukan (input), produksi (farm) dan keluaran(output). Modal merupakan salah satu faktor produksi yang termasuk dalam sektor masukan. Dalam produksi pertanian, modal adalah peringkat ke 2 faktor produksi terpenting setelah tanah. Bahkan kadang-kadang orang menyebut “modal”adalah satu-satunya milik petani yaitu tanah disamping tenaga kerja yang dinilai murah. Dalam ekonomi pertanian disebutkan pula modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru atau komoditi pertanian (Mubyarto,1993). Modal petani yang berupa barang di luar tanah adalah ternakbeserta kandangnya, cangkul, bajak, dan alat-alat pertanian lain, bibit, pupuk dan hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih di sawah danlainnya. Selanjutnya jenis modal, sumber modal dan cara memperoleh modal akan dibahas berikut di bawah ini.

Jenis Modal :
     Jenis-jenis modal menurut Bambang Riyanto (1993) terdiri dari :
1. Modal Asing/Utang :
     Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yangsifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaanyang bersangkutan modal tersebut merupakan utang yang pada saatnyaharus dibayar kembali. Selanjutnya modal asing atau utang ini dibagilagi menjadi tiga golongan yaitu :
a.       Modal asing/utang jangka pendek (short-term debt) yaitu jangkawaktunya pendek berkisar kurang dari 1 tahun
b.      Modal asing/utang jangka menengah (intermediate- term debt)dengan jangka waktu antara 1 sampai 10 tahun.
c.       Modal asing/utang jangka panjang (long- term debt) dengan jangkawaktu lebih dari 10 tahun.

2. Modal Sendiri
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan danyang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentulamanya. Oleh karena itu modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditasmerupakan “dana jangka panjang yang tidak tertentu likuiditasnya.Modal sendiri yang berasal dari sumber intern (dari dalam perusahaan)yaitu modal yang dihasilkan sendiri di dalam perusahaan dalam bentuk keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Modal sendiri yang berasal dari sumber ekstern ialah modal yang berasal dari pemilik perusahaanyang bentuknya tergantung dari bentuk hukum perusahaan misalnya PT,Firma, CV dan perusahaan perseorangan. Perusahaan berbentuk PT,modal yang berasal dari pemiliknya adalah modal saham; bentuk firmaialah modal berasal dari anggota Firma; bentuk CV ialah modal yangberasal dari anggota bekerja dan anggota diam/komanditer ; bentukperusahaan perseorangan modalnya berasal dari pemiliknya sendiridan bentuk koperasi modal sendiri berasal dari simpanan-simpananpokok dan wajib yang berasal dari anggotanya.




BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Produk pertanian merupakan barang-barang yang dihasilkan dalam sektor pertanian. Hasil pertanian bisa saja seperti beras, cabe, bawang, tomat, dan lain-lain. Oleh sebab itu pertanian dapat dikatakan sebagai usaha yang mengelola suatu lahan untuk bercocok tanam, baik secara individu maupun kolektif atau yang disebut sebagai usaha tani. Petani secara individu maupun kolektif sama-sama dapat memasarkan barang (produk) hasil pertanian mereka. Memasarkan maksudnya adalah suatu proses memindahkan atau memproduksi suatu barang dari produsen ke konsumen. Maksudnya adalah bahwa barang tersebut dapat digunakan oleh konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau sebagai bahan untuk dikelola kembali dalam bentuk barang yang dapat menambah nilai guna dari produk hasil pertanian tersebut. Dalam memasarkan suatu produk pertanian, diperlukan bahwasanya seorang produsen harus mengetahui kondisi dari suatu pasar. Baik itu dari sisi permintaan konsumen, pembentukan harga, maupun tata peraturan yang berlaku dalam memasarkan atau pasar tersebut, serta hasil maupun keuntungan yang akan didapatkan dari memasarkan produk pertanian tersebut.
Distribusi pendapatan pelaku usaha dalam sektor pertanian juga sangat diperhatikan. Karena dalam proses memproduksi suatu barang (produk) hasil pertanian membutuhkan berbagai pengorbanan. Baik dari  segi materil maupun non materil. Sisi materil dikatakan bahwa seorang petani membutuhkan biaya untuk mengumpulkan bahan-bahan pokok yang akan menghasilkan produk tersebut. Katakanlah seperti bibit, pupuk, dan dan lain-lain. Hal-hal tersebut sangat diperlukandalam menghasilkan suatu barang, belum lagi bagaimana biaya pengakutan (ongkos) untuk barang-barang tersebut, biaya untuk mengelolanya,apakah diperlukan mesin teknologi. Selain daripada itu sisi non materilnya juga sangat diperlukan untuk mengelola barang tersebut, contoh: tenaga manusia. Ketika barang itu sudah selesai dikelola, maka si produsen juga harus memasarkan barang hasil produksinya. Dalam memasarkan produk juga dibutuhkan biaya-biaya, seperti biaya dalam mengemas barang hasil produksinya, tempat pemasarannya, dan lain-lain. Oleh sebab itu distribusi (pemerataan) pendapatan pelaku usaha sektor pertanian sangat perlu untuk diperhatikan. Karena itu merupakan biaya dan penghasilan dari petani tersebut untuk mengelola dan menghasilkan produknya tersebut. Dan seorang petani juga berhak dalam mengambil sedikit keuntungan dari apa yang telah dihasilkannya dan itulah kodratnya bagi orang-orang yang dapat menghasilkan suatu barang. Sehingga nantinya petani tersebut dapat memproduksi kembali barang-barang hasil pertanian, bukan hanya untuk kebutuhan mereka sendiri (keluarga) atau yang disebut sebagai petani subsisten, bahkan untuk memasarkannya secara lokal, nasional, dan internasionalnya juga bisa. Untuk mendukung hal tersebut maka modal merupakan faktor yang diutamakan. Karena tanpa bantuan modal yang cukup atau banyak seorang petani juga tidak bisa bergerak untuk memperbanyak kuantitas (jumlah) produk, mengelola aneka ragam hasil pertanian, dan dapat memperluas pasar dalam memasarkan produknya tersebut. Sehingga modal merupakan faktor penentu utama yang sangat dibutuhkan oleh seorang petani (dalam usaha tani). Dimana dalam usaha tani pemilik modal itu sangat banyak, baik itu pemilik modal sendiri, CV, PT, Firma, Koperasi, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu dengan bantuan modal yang cukup, maka usaha tani dapat berjalan dengan baik dan berkembang.
3.2  Saran
Berdasarkan bahasan di atas, maka kami sebagai tim penulis menyarankan agar:
1.      Petani di Indonesia dapat mempelajari kembali usaha-usaha apa yang cocok atau dapat dikembangkan, sesuai dengan tekstur lahan, kemampuan, modal, dan tata bidang pertaniannya.
2.      Pemerintah lebih memperhatikan pertanian baik di kota maupun di desa. Kiranya lahan pertanian di kota jangan dihapuskan secara menyeluruh, karena jika dilihat sekarang hampir tidak ada lagi lahan yang dikelola untuk pertanian.
3.      Dan kiranya mahasiswa-mahasiswa, atau oknum-oknum lain yang berkaitan dalam usaha pertanian juga dapat memperhatikan pertanian melalui masukan-masukan atau partsipasi bentuk lainnya untuk mendukung program usaha tani tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar